Penggunaan Gelar Haji dan Persyaratan Usia Berhaji
Haji adalah rukun Islam kelima yang wajib dilakukan oleh umat Islam yang mampu. Di Indonesia, muslim yang telah menunaikan ibadah haji seringkali mendapatkan gelar haji atau hajjah.
Menurut buku “Qur’an & Answer” yang disusun oleh Dewan Pakar Pusat Studi Al-Qur’an (PSQ), Nabi Muhammad SAW dan para sahabat tidak menggunakan gelar di depan nama mereka meskipun telah menunaikan ibadah haji berkali-kali. Namun, hal ini tidak berarti bahwa penggunaan gelar haji dilarang dalam Islam.
Ahmad Sarwat dalam “Ensiklopedia Fikih Indonesia: Haji & Umrah” menjelaskan bahwa gelar haji bukanlah gelar yang ditetapkan secara syar’i. Gelar ini muncul pada zaman tertentu dan di masyarakat tertentu, terutama di Indonesia.
Secara hukum, penggunaan gelar haji tidak dilarang. Namun, apakah gelar ini menunjukkan kesombongan atau tidak tergantung pada niat individu. Jika seseorang menggunakan gelar haji untuk mendapatkan pujian atau terlihat lebih beriman, maka hal ini bertentangan dengan akhlak Islam.
Gelar haji juga memiliki manfaat positif. Misalnya, jika seorang kepala suku yang nilai-nilai keislamannya masih diragukan pergi haji, ia akan mendapatkan wawasan baru tentang Islam dan dapat meluruskan ajaran yang tidak sesuai dengan Islam.
Oman Fathurahman, seorang filolog dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menyatakan bahwa pemberian gelar haji sah-sah saja. Gelar ini sudah menjadi tradisi yang panjang dan memiliki sejarah bagi masyarakat muslim Indonesia.
Salah satu syarat wajib haji adalah telah baligh atau mencapai usia dewasa, menurut buku “Tuntunan Super Lengkap Haji & Umrah” oleh Ustaz A Solihin As Suhaili. Jika seseorang berhaji sebelum baligh, hajinya tetap sah tetapi tidak memenuhi syarat wajib haji.
Imam Al-Ghazali dalam “Ringkasan Ihya’ Ulumuddin” yang diterjemahkan oleh Abdul Rosyad Shiddiq berpendapat bahwa ibadah haji yang dilakukan oleh anak kecil yang sudah dapat membedakan baik dan buruk serta melakukan ihram sendiri tetap sah. Walinya juga dapat melakukan ihram untuk anak tersebut jika belum mencapai kriteria tersebut.
Jika seorang anak mencapai baligh saat berada di Arafah atau menuju Muzdalifah dan kembali ke Arafah sebelum fajar, ia dianggap telah menunaikan ibadah haji tanpa perlu membayar denda.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam buku “30 Fatwa MUI Menjawab Problematika Kehidupan” menyatakan bahwa pendaftaran haji pada usia dini untuk mendapatkan porsi haji hukumnya boleh atau mubah, asalkan uang yang digunakan halal, tidak mengganggu biaya lain yang wajib, tidak melanggar peraturan, dan tidak menghambat pelaksanaan haji bagi yang sudah memenuhi syarat.
Namun, MUI juga menyatakan bahwa hukum pendaftaran haji pada usia dini bisa menjadi haram jika syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi. Fatwa ini ditandatangani pada 26 November 2020.