Tidak hanya pahala jariyah, ada juga istilah dosa jariyah yang penting diketahui oleh kaum muslimin. Secara umum, dosa berarti perbuatan tercela atau maksiat. Dosa jariyah akan selamanya diberikan kepada pelaku amal buruk, meski ia sudah tidak lagi mengerjakannya. Selama ada manusia yang masih mengikuti perbuatan buruk, makan dosanya akan terus mengalir sekalipun ia telah terkubur di dalam tanah, seperti dinukil dari buku Memang untuk Dibaca; Kisah Islami Inspiratif Pembangun Jiwa oleh Rian Hidayat.
Terkait istilah dosa jariyah tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an. Namun, ada sebuah konsep serupa sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surah Yasin ayat 12,
اِنَّا نَحْنُ نُحْيِ الْمَوْتٰى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوْا وَاٰثَارَهُمْۗ وَكُلَّ شَيْءٍ اَحْصَيْنٰهُ فِيْٓ اِمَامٍ مُّبِيْنٍ
Artinya: “Sesungguhnya Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang mati dan Kami (pulalah) yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan). Segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab induk yang nyata (Lauh Mahfuz).”
Selain itu, dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa yang mensunnahkan (mempelopori) satu sunnah yang baik, maka ia akan mendapat pahalanya dan pahala orang yang mengerjakannya hingga hari kiamat; dan barangsiapa yang mensunnahkan (mempelopori) satu sunnah yang buruk, maka ia menanggung dosanya dan dosa orang yang mengerjakannya hingga hari kiamat,” (HR Ahmad)
Apa yang Termasuk Dosa Jariyah?
Menukil buku Jangan Baca Buku Ini Jika Belum Ingin Taubat susunan Ustazah Umi A Khalil, seseorang bisa mendapat dosa jariyah karena tiga penyebab. Pertama, dia menjadi pelopor dari satu dosa. Meski dia tidak mengajak orang lain untuk berbuat dosa, amun apa yang dilakukannya menjadi sebab orang lain melakukan suatu dosa.
Kedua, mengajak orang lain untuk melakukan dosa yang dilakukannya. Maksudnya, orang lain melakukan dosa karena ajakan atau pernah diajak olehnya untuk melakukan suatu dosa.
Ketiga, menyediakan sarana bagi orang lain untuk melakukan suatu dosa atau membuat kebijakan dengan mengizinkan suatu tempat dipergunakan untuk melakukan kemaksiatan.
Menciptakan maksiat atau tradisi buruk termasuk ke dalam dosa jariyah. Contohnya seperti perselingkuhan, judi, minuman alkohol, fitnah, pembunuhan, dan tindakan lain yang dilarang agama.
Dalam sebuah hadits pernah disebutkan bahwa anak Adam yang pertama kali membunuh akan terus menanggung dosa akan tindak pembunuhannya tersebut karena ia adalah pelaku pertama pembunuhan.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Tidak satupun jiwa yang terbunuh secara zalim melainkan anak Adam yang pertama ikut menanggung dosa pertumpahan darah itu karena dialah orang pertama yang mencontohkan pembunuhan,” (HR Ahmad)
Selain itu, mengajak seseorang pada perbuatan mungkar dan mereka mengerjakannya karena ajakan tersebut termasuk ke dalam salah satu bentuk dosa jariyah. Dosa tersebut akan terus mengalir meski orang yang mengajak telah berhenti melakukan maksiat.
Cara Menghapus Dosa Jariyah
Dijelaskan dalam buku Cara Bertaubat Menurut Al-Qur’an dan Sunnah tulisan Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, cara menghapus dosa jariyah ialah bertobat dan meminta ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak sekadar tobat, melainkan tobat nasuha.
Tobat nasuha artinya dilakukan dengan sepenuh hati an tulus karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tobat seperti ini harus dikerjakan untuk segala jenis dosa, tidak hanya dosa jariyah melainkan juga dosa-dosa kecil.
Apabila dosa jariyah tersebut berkaitan dengan manusia lain dan hak-hak mereka, maka diperlukan dua syarat. Pertama meminta ridha kepada yang terzalimi, kedua membayar kewajiban-kewajiban yang wajib dibayarkan kepada mereka.