Dalam hukum Islam, air memiliki peran penting dalam menjaga kebersihan dan kesucian. Oleh karena itu, penting bagi umat muslim untuk memahami jenis-jenis air yang ada.
Salah satu yang berperan utama dalam pemeliharaan kebersihan adalah konsep “air najis”. Berikut penjelasan seputar air najis yang merujuk pada hukum Islam.
Pengertian Air Najis
Dikutip dari Buku Pintar Agama Islam untuk Pelajar karya Muhammad Syukron Maksum, air najis disebut juga dengan air mutannajis.
Air najis adalah air yang terkena najis sedangkan jumlahnya kurang dari dua kullah (216 liter), sehingga air tersebut berubah menjadi air yang tidak suci dan tidak pula mensucikan.
Pembagian Air
Dikutip dari buku Fatwa-Fatwa Imam Asy-Syafi’i: Masalah Ibadah karya Asmaji Muchtar, Asy-Syafi’i mengatakan bahwa terdapat dua jenis air, yaitu air mengalir dan air menggenang.
a. Air Mengalir
Jika dalam air tersebut terdapat sesuatu yang diharamkan seperti bangkai, darah, atau sejenisnya dan berhenti pada suatu muara, maka air tersebut menjadi najis jika kadar air lebih sedikit (kurang dari lima geriba) dari bangkai yang masuk di dalamnya.
Air mengalir juga akan menjadi najis jika tercampur dengan sesuatu yang najis hingga mengubah aroma, rasa, dan warnanya.
Namun jika kadar air lebih dari lima geriba dan tidak mengubah aroma, rasa, dan warnanya, maka tidak dikategorikan najis karena menghanyutkan kotoran.
b. Air Menggenang
Sama dengan air mengalir. Apabila air yang menggenang ini bercampur dengan sesuatu yang bercampur dengan sesuatu yang najis hingga mengubah warna, aroma, dan rasanya, maka air itu akan menjadi najis.
Jika air di dalam suatu wadah bercampur dengan najis, maka yang harus dilakukan adalah membuang airnya dan mencuci wadah tersebut.
Namun jika anjing dan babi minum dari wadah tersebut, maka harus dicuci tujuh kali dan salah satunya disertakan dengan tanah
Hukum Seputar Air Najis
Dikutip dari buku Fikih Empat Madzhab Jilid 1 karya Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, air najis tidak boleh digunakan dalam hal ibadah maupun untuk keperluan sehari-hari.
Jika air najis tersebut dipergunakan, maka akan membuat najis karena air tersebut adalah air yang najis.
Mazhab Hanafi mengatakan bahwa air najis haram dipakai dan dimanfaatkan, kecuali dalam dua keadaan,
Keadaan pertama yaitu adukan tanah yang tercampur najis, begitu pula dengan gipsum, kapur, semen, dll. Maka air tersebut boleh dipergunakan.
Keadaan kedua yaitu minuman hewan yang tercampur najis.
Air najis dapat dipergunakan dalam dua keadaan tersebut jika airnya tidak berbau, tidak berwarna, dan rasa airnya tidak berubah.
Mazhab Maliki mengatakan bahwa diharamkan untuk memanfaatkan air najis untuk diminum dan semacamnya. Namun, selain itu, air najis boleh digunakan.
Mazhab Asy-Syafi’i mengatakan bahwa air najis tidak boleh dimanfaatkan kecuali untuk memadamkan api dan memberi minum pada binatang ternak dan mengairi sawah.
Mazhab Hambali mengatakan bahwa air najis tidak boleh dipergunakan kecuali pada tanah yang basah dan plester, atau yang semacamnya, yang dijadikan adukan. Namun, tidak diperbolehkan untuk membangun masjid atau tempat shalat.
Dalam Islam, menjaga kebersihan dan kesucian sangatlah penting. Oleh karena itu, umat Muslim harus memperhatikan jenis-jenis air yang ada dan bagaimana cara menggunakannya agar tetap menjaga kesucian diri serta lingkungan sekitar.