Sifat Khianat: Salah Satu Dosa Besar dalam Islam
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَخُونُواْ اللّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُواْ أَمَانَاتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui.” (QS Al-Anfal: 27)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga berfirman,
وَأَنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي كَيْدَ الْخَائِنِينَ
“Dan bahwasanya Allah tidak meridai tipu daya orang-orang yang berkhianat.” (QS. Yusuf: 52)
Adapun dalil dari hadis adalah sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam,
لَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ، وَلَا دِينَ لِمَنْ لَا عَهْدَ لَهُ
“Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki sifat amanah. Dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji.“ (HR. Ahmad 3: 135, hadis hasan)
Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
آيَةُ المُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
“Tanda orang munafik itu ada tiga: (1) Jika berbicara, dia berdusta; (2) Jika berjanji, dia tidak menepati; dan (3) Jika diberi amanah, dia berkhianat.” (HR. Bukhari no. 33 dan Muslim no. 59)
Hal ini juga dikuatkan oleh hadis yang diriwayatkan dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا: إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ، وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ
“Terdapat empat perkara yang jika semuanya ada pada diri seseorang, maka jadilah dia orang munafik tulen (maksudnya, akan mengantarkan kepada nifaq akbar atau nifaq i’tiqadi, pen.). Dan jika ada pada dirinya salah satunya, maka dia memiliki sifat kemunafikan, sampai dia meninggalkannya, (yaitu): (1) Jika diberi amanat, dia berkhianat; (2) Jika berbicara, dia berdusta; (3) Jika membuat perjanjian, dia melanggarnya; dan (4) Jika bertengkar (berdebat), dia melampaui batas.” (HR. Bukhari no. 34 dan Muslim no. 59, lafaz hadis ini milik Bukhari)
Sifat khianat dapat terjadi dalam banyak perkara. Meskipun demikian, keburukan sifat khianat ini bertingkat-tingkat. Maksudnya, sebagian bentuk khianat itu lebih buruk daripada bentuk khianat yang lain. Berikut ini adalah di antara contoh dari bentuk-bentuk sifat khianat.
Pertama, seseorang yang dititipi suatu barang, tetapi barang tersebut justru digunakan untuk kepentingan pribadi dan menyebabkan terjadinya kerusakan. Padahal, perjanjian antara dia dengan pemilik barang hanyalah sekedar menitipkan barang tersebut dan tidak terdapat izin untuk memakainya.
Kedua, seseorang yang diberi amanah untuk menyimpan (menutupi) suatu cerita rahasia agar tidak tersebar. Akan tetapi, rahasia tersebut justru diumumkan dan disebarluaskan ke orang lain sehingga diketahui oleh banyak orang. Apalagi jika rahasia tersebut berkaitan dengan aib seorang muslim.
Ketiga, seseorang diberi amanah untuk mengurus harta anak yatim. Akan tetapi, mereka justru melalaikan perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk membelanjakan harta anak yatim tersebut dengan cara yang lebih baik. Bahkan, boleh jadi dia menggunakan harta anak yatim untuk kepentingan pribadinya, meskipun dengan maksud berutang. Apalagi dia tidak mengetahui secara pasti apakah bisa melunasi utang tersebut ataukah tidak.
Keempat, istri dan anak merupakan amanah bagi para suami. Seorang suami dapat dikatakan mengkhianati amanah apabila dia tidak menunaikan kewajiban untuk mendidik anak dan istri. Padahal, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
”Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)
Kelima, seseorang yang diangkat menjadi imam tetap sebuah masjid, namun dirinya tidak melakukan kewajibannya. Terkadang dirinya menjadi imam salat wajib lima waktu, namun terkadang berada di saf belakang sebagai makmum tanpa ada alasan yang bisa dibenarkan. Ketika menjadi imam terkadang tidak tumakninah dan tidak mempedulikan kondisi makmum di belakangnya.
Ringkasnya, sifat khianat terhadap amanah terdapat dalam banyak perkara, baik dalam masalah muamalah, akhlak, dan dalam bidang yang lainnya. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan taufik kepada kita semua untuk menjauhi sifat tersebut.