Sunnah Mencium Hajar Aswad

Jun 11, 2024Info, Artikel

Hajar Aswad diyakini sebagai batu yang berasal dari surga. Para jemaah haji sering kali berlomba-lomba untuk menyentuh dan mencium batu mulia ini saat mereka melakukan tawaf. Hajar Aswad adalah batu hitam yang terletak di salah satu sudut Ka’bah. Dalam buku “Mekkah Kota Suci, Kekuasaan, dan Teladan Ibrahim” karya Zuhairi Misrawi disebutkan bahwa batu ini diletakkan di Ka’bah oleh Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam dan putranya, Nabi Ismail ‘Alaihis Salam. Penempatan Hajar Aswad ini menandai selesainya pembangunan Ka’bah.

Hajar Aswad diletakkan di pojok bagian selatan Ka’bah dan ditempelkan pada dinding Ka’bah sekitar 1,1 m dari tempat tawaf. Panjang hajar Aswad sekitar 25 cm dan lebarnya sekitar 17 cm.

Asal-usul Hajar Aswad

Dalam Nuzhah al-Majalis wa Muntakhab an-Nafa’is karya Syaikh ash-Shafuri yang diterjemahkan Jamaluddin terdapat kisah mengenai asal usul hajar Aswad. Diceritakan, saat turun dari surga, hajar Aswad awalnya berwarna putih bersih melebihi warna susu. Namun, warna putih tersebut berubah menjadi hitam karena ternodai dosa-dosa manusia.

Hal tersebut bersandar pada sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Hajar Aswad turun dari surga dalam keadaan sangat putih melebihi susu, kemudian kesalahan-kesalahan keturunan Adam membuatnya hitam.”

Dikutip dari buku Tanya & Jawab Bersama Nabi: Kitab Islam susunan Lingkar Kalam, terdapat riwayat yang menyebut dulunya hajar Aswad bersinar sangat terang, tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala menghapus cahayanya.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr mendengarkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya rukun (hajar Aswad), dan Maqam Ibrahim adalah dua buah jenis yaqut dari jenis yaqut yang berada di surga. Allah menghapus sinar keduanya. Kalau tidak dihapus cahayanya tentulah keduanya akan menyinari antara timur dan barat.” (HR At-Tirmidzi)

Dalam kitab Syaraf al-Mushthafa disebutkan, hajar Aswad digambarkan turun ke bumi seperti bintang bersama tenda yakut merah berisi tiga lampu emas. Cahaya hajar Aswad bersinar dan tempat hilangnya cahaya itu menjadi batas Tanah Haram.

Sunnah Mencium Hajar Aswad

Dalam Maadza Yuhibbu an Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wa Maadza Yukrihu? karya Adnan Tharsyah yang diterjemahkan Nur Faizah Dimyathi dkk, dijelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membenci orang-orang yang meremehkan hajar Aswad dan tidak memberikan salam sewaktu tawaf.

Karena itu, beliau menyunahkan umatnya untuk menyalami hajar Aswad dan menciumnya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Bersaksilah kebaikan untuk hajar Aswad ini, karena dia memberi syafaat di hari kiamat. Ia mempunyai lidah dan dua bibir, menjadi saksi bagi orang yang mengusap dengan tangannya.”

Mengutip Fadhlu Hajar Aswad wa Maqam Ibrahim karya Said Muhammad Bakdasy yang diterjemahkan Gumilar Irfanullah, umat Islam dibolehkan berdesak-desakan untuk bisa mencium hajar Aswad asal tidak melukai atau dilukai oleh orang lain.

Apabila tidak memungkinkan untuk mencium hajar Aswad, muslim cukup membaca takbir dan tahlil lalu melanjutkan tawafnya. Sebagaimana riwayat dari Umar bin Khattab Radiallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepadanya, “Wahai Umar, sesungguhnya engkau adalah seorang lelaki yang kuat, maka janganlah berdesak-desakan ketika hendak menuju hajar Aswad sehingga engkau melukai orang yang lemah. Jika kau melihat situasinya sepi, usaplah hajar Aswad. Jika tidak, menghadaplah ke arahnya dan bacalah tahlil dan takbir.” (HR Ahmad)

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri tidak suka berdesak-desakan ketika mencium hajar Aswad sehingga beliau pernah hanya memberi salam dari sudut hajar Aswad.

Diriwayatkan dari Aisyah Radiallahu ‘anhu, ia berkata, “Saat haji wada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengerjakan tawaf mengelilingi Ka’bah dari atas untanya. Beliau memberi salam ke sudut (hajar Aswad) karena beliau tidak suka didesak-desak orang.” (HR Muslim)

Wallahu a’lam.